Beliau rahimahullah menjawab,
“Mimpi basah tidak membatalkan puasa
karena mimpi basah dilakukan bukan atas pilihan orang yang berpuasa. Ia
punya keharusan untuk mandi wajib (mandi junub) jika ia melihat yang
basah adalah air mani. Jika ia mimpi basah setelah shalat shubuh dan ia mengakhirkan mandi junub sampai waktu zhuhur, maka itu tidak mengapa.
Begitu pula jika ia berhubungan intim dengan istrinya di malam hari
dan ia tidak mandi kecuali setelah masuk Shubuh, maka seperti itu tidak
mengapa. Mengenai hal ini diterangkan dalam hadits yang shahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah masuk Shubuh dalam keadaan junub karena sehabis berhubungan
intim dengan istrinya. Kemudian beliau mandi junub dan masih tetap berpuasa.
Begitu pula wanita haidh dan nifas, jika mereka telah suci di malam
hari dan ia belum mandi melainkan setelah masuk Shubuh, maka seperti itu
tidak mengapa. Jika mereka berpuasa, puasanya tetap sah.
Namun tidak boleh bagi mereka-mereka tadi menunda mandi wajib (mandi
junub) dan menunda shalat hingga terbit matahari. Bahkan mereka harus
menyegerakan mandi wajib sebelum terbit matahari agar mereka dapat
mengerjakan shalat tepat pada waktunya.
Sedangkan bagi kaum
pria, ia harus segera mandi wajib sebelum shalat Shubuh sehingga ia
bisa melaksanakan shalat secara berjama’ah. Sedangkan untuk wanita haidh
dan nifas yang ia suci di tengah malam (dan masih waktu Isya’, pen),
maka hendaklah ia menyegerakan mandi wajib sehingga ia bisa
melaksanakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus di malam itu. Demikian
fatwa sekelompok sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di waktu ‘Ashar, maka wajib
bagi mereka untuk segera mandi wajib sehingga mereka bisa melaksanakan
shalat Zhuhur dan Ashar sebelum tenggelamnya matahari.
Wallahu waliyyut taufiq.
Demikian Fatwa Syaikh Ibnu Baz rahimahullah.[2]
***
Hadits yang menerangkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah masuk shubuh dalam keadaan junub adalah sebagai berikut.
Dari ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”[3]
Istri tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
قَدْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُدْرِكُهُ
الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ
وَيَصُومُ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu
fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah,
kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”[4]
Pelajaran yang bisa diambil dari fatwa di atas:
- Mimpi basah tidak membatalkan puasa karena bukan pilihan seseorang untuk mimpi basah.
- Jika mimpi basahnya setelah waktu Shubuh, maka orang yang junub boleh menunda mandi wajibnya hingga waktu Zhuhur.
- Jika junub karena mimpi basah atau hubungan intim dengan istri di malam hari, maka bagi pria yang wajib menunaikan shalat berjama’ah diharuskan segera mandi wajib sebelum pelaksanaan shalat Shubuh agar ia dapat menunaikan shalat Shubuh secara berjama’ah di masjid.
- Jika wanita suci di malam hari dan setelah berakhir waktu shalat isya’ (setelah pertengahan malam[5]), maka ia boleh menunda mandi wajib hingga waktu Shubuh asalkan sebelum matahari terbit supaya ia dapat melaksanakn shalat Shubuh tepat waktu.
- Jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Isya’ (sampai pertengahan malam), maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Maghrib dan Isya’ sekaligus. Demikian fatwa sebagian sahabat. Begitu pula jika wanita haidh dan nifas suci di waktu Ashar, maka ia diharuskan segera mandi, lalu ia mengerjakan shalat Zhuhur dan Ashar sekaligus.
- Jika orang yang junub, wanita haidh dan nifas masuk waktu Shubuh dalam keadaan belum mandi wajib, maka mereka tetap sah melakukan puasa.
Mengenai permasalah wanita haidh dan nifas yang suci di waktu shalat
kedua, seperti waktu Ashar dan Isya’ lantas ia diwajibkan mengerjakan
dua shalat sekaligus (Zhuhur dan Ashar atau Maghrib dan Isya’), insya
Allah ada tulisan tersendiri mengenai hal ini. Semoga Allah mudahkan.
Sumber Artikel : www.muslim.or.id
[1]Syaikh
‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz pernah menjabat sebagai ketua Al
Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, Komisi Fatwa di Saudi Arabia.
[2] Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 14/283.
[3] HR. Bukhari no. 1926.
[4] HR. Muslim no. 1109.
[5] Demikian pendapat yang kuat bahwa waktu terakhir shalat Isya’ adalah pertengahan malam.
0 Komentar untuk "Mimpi Basah Ketika Puasa"