Kemuliaannya
diabadikan dalam al-Qur’ân dan melalui untaian sabda Rasûlulloh
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam, Alloh Azza wa Jalla menjadikannya sarat
dengan kebaikan, mulai dari awal Ramadhan sampai akhir. Alloh Azza wa Jalla berfirman:
شهر رمضان الذى أنزل فيه القرءان هدى للناس وبينت من الهدى والفرقان
شهر رمضان الذى أنزل فيه القرءان هدى للناس وبينت من الهدى والفرقان
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhân, bula yang didalamnya
diturunkan (permulaan) al-Qur’ân sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).” (QS. al-Baqarah [2]: 185)
Jiwa yang terpenuhi dengan keimanan tentu akan mempersiapkan diri untuk meraih keutamaan serta keberkahan yang ada didalamnya.
Pada bulan ini,
Alloh Azza wa Jalla menurunkan al-Qur’ân. Seandainya bulan Ramadhân
tidak memiliki keutamaan lain selain turunnya al-Qur’ân padanya, maka
itu sudah lebih dari cukup. Lalu bagaimana bila ditambah lagi dengan
berbagai keutamaan lainnya, seperti pengampunan dosa, peninggian derajat
kaum Mukminin, pahala
semua kebaikan dilipatgandakan, dan pada setiap malam Ramadhân, Alloh
Azza wa Jalla membebaskan banyak jiwa dari api neraka.
Pada
bulan mulia ini, pintu-pintu surga dibuka lebar dan pintu-pintu neraka
ditutup rapat, setan-setan juga dibelenggu. Pada bulan ini juga ada dua
malaikat yang turun berseru, “Wahai para pencari kebaikan, sambutlah !
Wahai para pelaku kejelekan, berhentilah !”
Pada bulan Ramadhân, terdapat satu malam yang lebih utama dari seribu bulan. Orang yang tidak mendapatkannya berarti dia terhalang dari kebaikan yang sangat banyak.
Pada bulan Ramadhân, terdapat satu malam yang lebih utama dari seribu bulan. Orang yang tidak mendapatkannya berarti dia terhalang dari kebaikan yang sangat banyak.
Mengikuti
petunjuk Nabi Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam yang mulia dalam melakukan
ketaatan aalah hal yang sangat urgen, terlebih pada bulan Ramadhân.
Karena amal shalih yang dilakukan oleh seorang hamba tidak akan diterima
kecuali jika di ikhlas dan mengikuti petunjuk Rasûlulloh Shallallohu
‘Alaihi wa Sallam. Jadi, keduanya merupakan rukun diterimanya amal
shalih. Keduanya ibarat dua sayap yang saling melengkapi. Seekor burung tidak bisa terbang dengan menggunakan satu sayap.
Melalui
naskah ringkas ini, marilah kita berusaha untuk mempelajari perilaku
Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam di bulan Ramadhân agar kita
bisa meneladaninya. Karena orang yang tidak berada di atas petunjuk
Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam di dunia, dia tidak akan bisa
bersama beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam di akhirat. Kebahagiaan
tertinggi akan bisa diraih oleh seseorang ketika ia mengikuti petunjuk
Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam secara lahir dan batin. Dan
seseorang tidak akan bisa mengikuti Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa
Sallam kecuali dengan ilmu yang bermanfaat. Ilmu itu tidak akan disebut
bermanfaat kecuali bila diiringi dengan amalan yang shalih. Jadi amalan
shalih merupakan buah ilmu yang bermanfaat.
Di bawah ini adalah beberapa kebiasaan dan petunjuk Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam pada bulan Ramadhân:
- Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak akan memulai puasa kecuali jika beliau sudah benar-benar melihat hilal atau berdasarkan berita dari orang yang bisa dipercaya tentang munculnya hilal atau dengan menyempurnakan bilangan Sya’bân menjadi tiga puluh.
- Berita tentang terbitnya hilal tetap beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam terima sekalipun dari satu orang dengan catatan orang tersebut bisa dipercaya. Ini menunjukkan bahwa khabar ahad bisa diterima.
- Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam melarang umatnya mengawali Ramadhân dengan puasa satu atau dua hari sebelumnya kecuali puasa yang sudah terbiasa dilakukan oleh seseorang. Oleh karena itu, beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam melarang umatnya berpuasa pada hari Syak (yaitu hari yang masih diragukan, apakah sudah tanggal 1 Ramadhân ataukah masih tanggal 30 Sya’bân-red).
- Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam berniat untuk melakukan puasa saat malam sebelum terbit fajar dan beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam menyuruh umatnya untuk melakukan hal yang sama.
- Hukum ini hanya berlaku untuk puasa-puasa wajib, tidak untuk puasa sunat.
- Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak memulai puasa sampai benar-benar terlihat fajar shadiq dengan jelas. Ini dalam rangka merealisasikan firman Alloh Azza wa Jalla:
كلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط الأبيض من الخيط الأسود من الفجر“Dan makan serta minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. al-Baqarah [2]: 187)Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam telah menjelaskan kepada umatnya bahwa fajar itu ada dua macam; fajar shadiq dan kâdzib. Fajar kâdzib tidak menghalangi seseorang untuk makan, minum, atau menggauli istri. Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah ekstrem kepada umatnya, baik pada bulan Ramadhân ataupun bulan lainnya. Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah mensyariatkan adzan (pemberitahuan) tentang imsak.
7. Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لاتزال أمتي بخير ما عجلوا الفطر
“Umatku senantiasa baik selama mereka menyegerakan berbuka.”
8. Jarak antara sahur Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam dan iqâmah seukuran bacaan lima puluh ayat.
9. Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam memiliki akhlak
yang sangat mulia. Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang
yang paling mulia akhlaknya. Bagaimana tidak, akhlak beliau adalah
al-Qur’ân, sebagaimana diceritakan oleh Aisyah Rodhiyallohu Anha. Beliau
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam sangat menganjurkan umatnya untuk
berakhlak mulia, yaitu orang-orang yang sedang menunaikan ibadah
berpuasa. Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
من لم يدع قول الزور والعمل به فليس الله حاجة في أن يدع طعامه وشرابه
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Alloh tidak membutuhkan puasanya sama sekali.”
10. Rasûlulloh
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam sangat memperhatikan muamalah yang baik
dengan keluarganya. Pada bulan Ramadhân, kebaikan beliau Shallallohu
‘Alaihi wa Sallam kepada keluarga semakin meningkat lagi.
11. Puasa
tidak menghalangi beliau untuk sekedar memberikan kecupan manis kepada
para istrinya. Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah orang yang
paling kuat menahan nafsunya.
12. Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak meninggalkan siwak, baik di bulan Ramadhân maupun di luar Ramadhân guna membersihkan mulutnya dan upaya meraih keridhoan alloh Azza wa Jalla.
13. Rasûlulloh
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah berbekam padahal beliau
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam sedang menunaikan ibadah puasa. Beliau
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam membolehkan umatnya untuk berbekam
sekalipun sedang berpuasa. Pendapat yang kontra dengan ini berarti mansukh (telah dihapus).
14. Rasûlulloh
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam pernah berjihad pada bulan Ramadhân dan
menyuruh para Sahabatnya untuk membatalkan puasa mereka supaya kuat saat
berhadapan dengan musuh.
Diantara bukti Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam sayang
kepada umatnya yaitu beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam membolehkan
orang yang sedang dalam perjalanan, orang yang sakit, dan orang yang
lanjut usia serta wanita hamil dan menyusui untuk membatalkan puasanya.
15. Rasûlulloh
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam lebih bersungguh-sungguh dalam
menjalankan ibadah pada bulan Ramadhân bila dibandingkan dengan
bulan-bulan lain, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
untuk mencari lailatul qadr.
16. Rasûlulloh
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir
bulan Ramadhân kecuali pada tahun menjelang wafat, beliau Shallallohu
‘Alaihi wa Sallam beri’tikaf selama dua puluh hari. Ketika beri’tikaf,
beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam selalu dalam keadaan berpuasa.
17. Ramadhân adalah syahrul Qur’ân
(bulan al-Qur’ân), sehingga tadarus al-Qur’ân menjadi rutinitas beliau,
bahkan tidak ada seorang pun yang sanggup menandingi kesungguhan beliau
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam dalam tadarus al-Qur’ân. Malaikat jibril
‘Alahissalam senantiasa datang menemui beliau Shallallohu ‘Alaihi wa
Sallam untuk tadarus al-Qur’an bersama beliau Rasûlulloh Shallallohu
‘Alaihi wa Sallam.
18. Rasûlulloh
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallamadalah orang yang dermawan. Kedermawanan
beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam tidak bisa digambarkan dengan
kata-kata. Kedermawanan beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam ibarat
angin yang bertiup membawa kebaikan, tidak takut kekurangan sama sekali.
19. Rasûlulloh
Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam adalah seorang mujahid sejati. Ibadah
puasan yang sedang beliau Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam jalankan tidak
menyurutkan semangat beliau untuk andil dalam berbagai peperangan. Dalam
rentang waktu sembilan tahun, beliau mengikuti enam pertempuran,
semuanya terjadi pada bulan Ramadhân. Beliau Shallallohu ‘Alaihi wa
Sallam juga melakukan berbagai kegiatan fisik pada bulan Ramadhân,
seperti prnghancuran masjid dhirar1), penghancuran
berhala-berhala milik orang Arab, penyambutan duta-duta, penaklukkan
kota Makkah, bahkan pernikahan beliau dengan Hafshah.
Intinya
pada masa hidup Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam, bulan
Ramadhân merupakan bulan yang penuh dengan keseriusan, perjuangan, dan
pengorbanan. Ini sangat berbeda dengan realita sebagian kaum Muslimin
saat ini yang memandang bulan Ramadhân sebagai saat bersantai,
bermalas-malasan atau bahkan bulan menganggur atau istirahat.
Semoga
Alloh Azza wa Jalla memberikan taufik kepada kita untuk selalu
mengikuti jejak Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam, hidup kita
diatas Sunnah dan semoga Alloh Azza wa Jalla mewafatkan kita juga dalam
keadaan mengikuti sunnah Rasûlulloh Shallallohu ‘Alaihi wa Sallam. Insya Alloh. Amiin.
Dinukil dari: Majalah As-Sunnah.
0 Komentar untuk "RASÛLULLOH DI BULAN RAMADHAN"