oleh : Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan hafizhahullah
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin. Salawat dan salam semoga tercurah kepada nabi kita Muhammad, keluarga, dan segenap sahabatnya. Amma ba’du.
Allah ta’ala berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepada kalian puasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian bertakwa.”
Allah menujukan ayat ini
kepada hamba-hamba-Nya yang beriman diantara umat ini, bahwasanya Allah
telah mewajibkan kepada mereka puasa, sebagaimana Allah telah
mewajibkan puasa kepada umat-umat sebelumnya. Sehingga, kewajiban puasa
ini adalah kewajiban yang sudah ada sejak dulu kala kepada umat-umat.
Hal itu dikarenakan besarnya keutamaan puasa dan juga kebutuhan
orang-orang beriman terhadapnya. Allah mengabarkan kepada umat ini bahwa
puasa itu juga telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum mereka, yaitu
dalam rangka menghibur hati mereka. Tatkala mereka mengetahui bahwa
puasa juga sudah diwajibkan kepada umat-umat selain mereka maka niscaya
puasa itu akan terasa ringan bagi mereka. Jadi, ini merupakan salah satu
cara untuk menghibur mereka.
Kemudian Allah menjelaskan hikmah yang tersimpan di balik syari’at
puasa yang Allah tetapkan. Bukanlah yang menjadi tujuan utama puasa
adalah melarang dari makan, minum, atau kesenangan-kesenangan yang
mubah. Bukan hal ini maksud utama darinya, akan tetapi sesungguhnya yang
dituju adalah buah dari puasa itu dalam diri hamba. Oleh sebab itu
Allah berfirman, “Mudah-mudahan kalian bertakwa.”
Hal ini menunjukkan bahwa puasa merupakan sebab menuju ketakwaan kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Dan ini merupakan faidah yang terbesar dari ibadah puasa. Yaitu
bahwasanya puasa akan menumbuhkan ketakwaan, sementara takwa adalah
maqam/tingkatan ibadah yang paling tinggi. Takwa adalah kalimat yang mencakup segala kebaikan.
Karena dengan puasa, seorang hamba akan menjauhi maksiat dan keburukan,
menjauhh darinya, dan bertaubat dari dosa yang telah lalu.
Hal itu dikarenakan dia
menyadari bahwa maksiat akan merusak puasa bahkan bisa menyebabkan
lenyapnya semua pahala puasa. Sehingga dia akan letih dan capek tanpa
mendapatkan faidah apa-apa. Oleh sebab itu, seorang yang sedang puasa
akan berusaha menjauhi maksiat. Dan hal ini adalah suatu hal yang bisa
dirasakan dan dilihat.
Orang yang berpuasa berbeda dengan orang yang tidak puasa. Orang yang
puasa akan membatasi dan meminimalisir maksiat dari segala indera yang
dia miliki. Karena puasa akan membatasi dirinya dari hal itu. Berbeda
dengan kondisi orang yang tidak puasa, karena kekuatan badan dan
syahwatnya akan membawa dirinya untuk cenderung mengikuti keinginan
syahwat dan hawa nafsu. Lain dengan orang yang puasa, maka puasa itu
akan membentenginya dari maksiat-maksiat ini dan membuahkan ketakwaan
kepada Allah di dalam dirinya.
Kalau begitu, puasa yang tidak memberikan buah dan bekas positif pada
pelakunya maka sebenarnya ini bukanlah puasa yang sebenarnya. Maka
hendaknya setiap muslim
melihat pada dirinya sendiri; apabila puasa itu bisa menghalangi
dirinya dari maksiat dan melembutkan hatinya dengan ketaatan, membuatnya
membenci kemaksiatan, dan menggerakkan ketaatan, maka itu berarti
puasanya benar dan menghasilkan manfaat. Adapun apabila sebaliknya maka
itu berarti puasanya tidak bermanfaat.
Oleh sebab itulah Allah mengatakan, “Mudah-mudahan kalian bertakwa.” Sehingga puasa yang tidak membuahkan ketakwaan adalah tidak mengandung faidah di dalamnya. Inilah salah satu faidah puasa.
Kemudian, diantara keutamaan puasa yang sangat agung adalah Allah
mengistimewakan puasa ini dari seluruh bentuk amalan untuk diri-Nya.
Allah mengatakan, “Puasa adalah untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan
membalasnya.” Hal itu dikarenakan puasa adalah niat yang ada dari
seorang hamba untuk Rabbnya; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah
subhanahu wa ta’ala.
Anda, apabila melihat diantara orang-orang itu, maka tidak ada
bedanya antara orang yang puasa dan yang selainnya. Tidak tampak
perbedaan diantara mereka. Berbeda halnya dengan bentuk ibadah-ibadah
lain; sholat bisa dilihat, sedekah tampak, jihad juga tampak, tasbih,
tahlil, dan takbir juga tampak jelas dan bisa dilihat orang dan mereka
bisa mendengarnya.
Berbeda halnya dengan puasa, maka puasa itu sesuatu yang rahasia. Rahasia antara hamba dengan Rabbnya. Karena di dalam hatinya dia berniat dengan puasanya untuk mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Dan hal ini adalah suatu perkara yang tidak diketahui secara persis
kecuali oleh Allah. Puasa itu tidak bisa dilihat pada fisiknya; sama
saja. Dia sama seperti orang lain. Dia juga berjalan, bergerak, -sama
dengan orang lain- sehingga tidak tampak puasa itu pada fisiknya. Hanya
Allah lah yang mengetahui bahwa dia memang sedang puasa.
Jadi karena puasa ini menjadi rahasia antara hamba dengan Rabbnya
maka Allah pun mengistimewakan amalan ini untuk diri-Nya sendiri. Dimana
Allah menyatakan, “Puasa itu adalah untuk-Ku.” Padahal suatu perkara
yang dimaklumi bahwa semua ibadah adalah untuk Allah, adapun ibadah yang
tidak diperuntukkan kepada Allah maka tidaklah bisa membuahkan manfaat
bagi orang yang puasa/melakukan amal itu alias
sia-sia. Akan tetapi puasa ini memiliki kekhususan; dimana ia merupakan
rahasia paling besar diantara sekian banyak ibadah yang lain.
Kemudian Allah mengatakan, “Dan Aku lah yang akan membalasnya.” Balasan pahala itu langsung berasal dari sisi Allah ‘azza wa jalla.
Artinya tidak ada yang mengetahui besarnya kadar balasan puasa kecuali
Allah. Adapun ibadah-ibadah yang lain akan diberikan ganjaran sesuai
dengan niat pelakunya dimana satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh
kali lipatnya hingga tujuh ratus kali lipat dan bahkan banyak sekali
kelipatannya, kecuali untuk puasa. Karena besarnya pahala puasa tidak
bisa diukur dengan jumlah atau bilangan tertentu.
Karena puasa adalah bentuk kesabaran. Dia bersabar dalam meninggalkan makanan, minuman, haus, dan lapar. Sementara Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya akan disempurnakan pahala/balasan bagi orang-orang yang sabar itu tanpa ada perhitungan.”
Adapun amal-amal yang lain pahala dan balasannya ditentukan dengan
perhitungan/hisab. Bisa jadi banyak, dan bisa jadi sedikit. Adapun
puasa, maka tidak ada yang mengetahui kadar pahalanya selain Allah
semata. Maka ini pun menunjukkan kepada keutamaan puasa. Yaitu tidak ada
yang bisa mengetahui besar dan ukuran balasan yang diberikan untuknya
kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. “Puasa itu untuk-Ku dan Aku lah yang akan langsung membalasnya.”
Selain itu, pada ibadah-ibadah lain bisa dengan mudah dimasuki syirik.
Doa, ia pun dimasuki syirik. Dimana seorang itu berdoa kepada selain
Allah. Demikian juga sedekah, ia bisa disusupi oleh riya’. Sholat juga
bisa disusupi oleh riya’. Akan tetapi puasa, maka ia tidak disusupi oleh
riya’. Karena puasa adalah sesuatu yang bersifat rahasia antara hamba
dengan Rabbnya. Puasa tidak bisa tampak pada pelakunya sebagaimana
halnya keadaan amal-amal lainnya yang dengan itu akan bisa membuka pintu
riya’. Puasa adalah amalan yang rahasia antara hamba dengan Rabbnya,
sehingga tidak bisa dimasuki riya’.
Demikian pula, orang-orang musyrik biasa mendekatkan diri kepada berhala-berhala dengan sembelihan dan nadzar, doa, istighotsah,
mereka mempersekutukan Allah dalam segala bentuk amalan, adapun puasa
maka ia tidak tersusupi dan tidak dimasuki oleh syirik. Oleh sebab
itulah Allah menyatakan, “Puasa itu untuk-Ku dan Aku lah yang
membalasnya.” Ini artinya puasa tidak bisa disusupi oleh syirik. Inilah
salah satu keistimewaan yang ada dalam ibadah puasa.
Tidak ada ceritanya orang-orang musyrik dahulu berpuasa untuk
berhala-berhala mereka. Tidak ada kisahnya para pemuja kubur melakukan
puasa untuk kubur; mendekatkan diri kepadanya dengan puasa. Sementara di
saat yang sama mereka suka mendekatkan diri kepada
sesembahan-sesembahan mereka itu dengan berdoa, mempersembahkan
sembelihan, nadzar, dan lain sebagainya. Ini merupakan bukti
keistimewaan puasa dibandingkan seluruh amal. Sehingga Allah mengatakan,
“Puasa adalah untuk-Ku dan Aku lah yang akan membalasnya.”
Kemudian Allah menjelaskan mengapa orang yang berpuasa itu rela meninggalkan makanan, minuman, dan syahwatnya, yaitu, “Karena Aku.”
artinya puasa itu dilakukan semata-mata karena Allah. Ini adalah niat
yang samar. Tiada yang mengetahui hal itu kecuali Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semuanya guna menggapai apa yang dicintai dan diridhai-Nya.
Salawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan segenap sahabatnya.
0 Komentar untuk "Hikmah Dan Keutamaan Puasa"