Assalamualaikum Wr. Wb. Ust apa hukumnya masturbasi atau berfantasi sex bagi wanita? Apakah sama halnya dengan laki-laki?? Wassalam.
Jawaban:
Assalamu `Alaikum Wr.
Wb. Fantasi dan onani hukumnya sama saja bagi laki-laki dan wanita.
Sebagaimana sudah sering kami bahas sebelumnya tentang onani, maka
hukumnya mengikat bukan saja bagi laki-laki namun juga wanita. Masalah
yang berkaitan dengan onani atau dalam bahasa arabnya disebut istimna`
banyak dibahas oleh para ulama. Sebagian besar ulama mengharamkannya
namun ada juga yang membolehkannya.
1. Yang mengharamkan: Umumnya para ulama yang mengharamkan onani berpegang kepada firman Allah SWT : "Dan
orang-orang yang memelihara kemaluannya kecuali terhadap isterinya atau
hamba sahayanya, mereka yang demikian itu tidak tercela. Tetapi
barangsiapa mau selain yang demikian itu, maka mereka itu adalah
orang-orang yang melewati batas." (Al-Mu'minun:
5-7) Mereka memasukkan onani sebagai perbuatan tidak menjaga kemaluan.
Dalam kitab Subulus Salam juz 3 halaman 109 disebutkan hadits yang
berkaitan dengan anjuran untuk menikah: Rasulullah SAW telah bersabda
kepada kepada kami "Wahai para pemuda, apabila siapa diantara kalian
yangtelah memiliki baah (kemampuan) maka menikahlah, kerena menikah itu
menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah,
karena puasa itu sebagai pelindung.” HR Muttafaqun `alaih. Di dalam
keterangannya dalam kitab Subulus Salam, Ash-Shan`ani menjelaskan bahwa
dengan hadits itu sebagian ulama Malikiyah mengharamkan onani dengan
alasan bila onani dihalalkan, seharusnya Rasulullah SAW memberi jalan
keluarnya dengan onani saja karena lebih sederhana dan mudah. Tetapi
Beliau malah menyuruh untuk puasa. Sedangkan Imam Asy-Syafi`i
mengharamkan onani dalam kitab Sunan Al-Baihaqi Al-Kubro jilid 7 halaman
199 dalam Bab Onani ketika menafsirkan ayat Al-Quran surat
Al-Mukminun…Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya. Begitu juga
dalam kitab beliau sendiri Al-Umm juz 5 halaman 94 dalam bab Onani. Imam
Ibnu Taymiyah ketika ditanya tentang hukum onani beliau mengatakan
bahwa onani itu hukum asalnya adalah haram dan pelakunya dihukum ta`zir,
tetapi tidak seperti zina. Namun beliau juga mengatakan bahwa onani
dibolehkan oleh sebagian shahabat dan tabiin karena hal-hal darurrat
seperti dikhawatirkan jatuh ke zina atau akan menimbulkan sakit
tertentu. Tetapi tanpa alasan darurat, beliau (Ibnu Taymiyah) tidak
melihat adanya keringanan untuk memboleh onani.
2. Yang membolehkan:
Diantara para ulama yang membolehkan istimna` antara lain Ibnu Abbas,
Ibnu Hazm dan Hanafiyah dan sebagian Hanabilah. Ibnu Abbas mengatakan
onani lebih baik dari zina tetapi lebih baik lagi bila menikahi wanita
meskipun budak. Ada seorang pemuda mengaku kepada Ibnu Abbas "Wahai Ibnu Abbas, saya seorang pemuda dan melihat wanita cantik. Aku mengurut-urut kemaluanku hingga keluar mani." Ibnu Abbas berkata "Itu lebih baik dari zina, tetapi menikahi budak lebih baik dari itu (onani). Mazhab Zhahiri yang ditokohi oleh Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla juz 11 halaman 392 menuliskan bahwa Abu Muhammad
berpendapat bahwa istimna` adalah mubah karena hakikatnya hanya
seseorang memegang kemaluannya maka keluarlah maninya. Sedangkan nash
yang mengharamkannya secara langsung tidak ada. Sebagaimana dalam firman
Allah: "Dan telah Kami rinci hal-hal yang Kami haramkan" Sedangkan onani bukan termasuk hal-hal yang dirinci tentang keharamannya maka hukumnya halal. Pendapat mazhab ini
memang mendasarkan pada zahir nash baik dari Al-Quran maupun Sunnah.
Sedangkan para ulama Hanafiyah (pengikut Imam Abu Hanifah)dan sebagian
Hanabilah (pengkikut mazhab Imam Ahmad) -sebagaimana tertera dalam
Subulus Salam juz 3 halaman 109 dan juga dalam tafsir Al-Qurthubi juz 12
halaman 105- membolehkan onani dan tidak menjadikan hadits ini tentang
pemuda yang belum mampu menikah untuk puasa diatas sebagai dasar
diharamkannya onani. Berbeda dengan ulama syafi`iah dan Malikiyah.
Mereka memandang bahwa onani itu dibolehkan. Alasannya bahwa mani adalah
barang kelebihan. Oleh karena itu boleh dikeluarkan, seperti memotong
daging lebih. Namun sebagai cataan bahwa ada dua pendapat dari mazhab
Hanabilah, sebagian mengharamkannya dan sebagian lagi membolehkannya.
Bila kita periksa kitab Al-Kafi fi Fiqhi Ibni Hanbal juz 4 halaman 252
disebutkan bahwa onani itu diharamkan. Ulama-ulama Hanafiah juga
memberikan batas kebolehannya itu dalam dua perkara:
1. Karena takut berbuat zina.
2. Karena tidak mampu kawin.
Pendapat Imam Ahmad
memungkinkan untuk kita ambil dalam keadaan gharizah itu memuncak dan
dikawatirkan akan jatuh ke dalam haram. Misalnya seorang pemuda yang
sedang belajar atau bekerja di tempat lain yang jauh dari negerinya,
sedang pengaruh-pengaruh di hadapannya terlalu kuat dan dia
kawatir akan berbuat zina. Karena itu dia tidak berdosa menggunakan
cara ini (onani) untuk meredakan bergeloranya gharizah tersebut dan
supaya dia tidak berlaku congkak dan gharizahnya itu tidak menjadi ulat.
Tetapi yang lebih baik dari itu semua, ialah seperti apa yang
diterangkan oleh Rasulullah SAW terhadap pemuda yang tidak mampu kawin,
yaitu kiranya dia mau
memperbanyak puasa, dimana puasa itu dapat mendidik beribadah, mengajar
bersabar dan menguatkan kedekatan untuk bertaqwa dan keyakinan terhadap
penyelidikan (muraqabah) Allah kepada setiap jiwa seorang
mu'min. Sedangkan dari sisi kesehatan, umumnya para dokter mengatakan
bahwa onani itu tidak berbahaya secara langsung. Namun untuk lebih
jelasnya silahkan langsung kepada para dokter yang lebih menguasai
bidang ini. Wallahu A`lam bis-shawab.
WallahuA’lam bis-Shawab. Wassalamu `alaikum Wr. Wb.
Sumber : http://www.syariahonline.com
0 Komentar untuk "Hukum Masturbasi Bagi Wanita "