Dalam postingan sebelumnya Berbagi Info sudah artikel tentang 6 Hal Penting dilakukan Suami Isteri agar puas bercinta dan 5 cara hubungan hubungan badan terbaik untuk cepat hamil- Lalu bagaimana cara
berhubungan intim dalam ajaran Islam? Ada aturan aturan saat pasangan suami
isteri hendak melakukan senggama atau hubungan intim atau bersetubuh. Menjadi
pasangan pengantin baru merupakan kebahagian tersendiri bagi kedua mempelai.
Rasa bahagia itu begitu menyentuh qalbu yang paling dalam, hati seakan tak
mampu menampung rasa bahagia yang telah meluap memenuhi relung hati. Namun
begitu, kebahagian menjadi pengantin baru akan terasa lebih sempurna tatkala
telah melewati kebersamaan dimalam pertama dengan penuh cinta.
Malam dimana seseorang bisa menyalurkan hasratnya saat Bercinta melalui jalan yang diridhai Allah. Sehingga,
dengannya tak sekedar kenikmatan yang diperoleh tapi juga pahala dapat diraih.
Nilai pahala akan lebih bertambah seiring bertambahnya rasa kasih dan sayang
antara kedua mempelai manakala berhias dengan adab-adab saat menuju peraduan
cinta, sebagaimana yang dituntunkan Nabi shallallahu a’laihi wasallam sebagai
pembawa syariat Islam yang sempurna.
Diantara adab-adab cara
bersetubuh dalam islam adalah
sebagai berikut :
Sebelum bermalam pertama, sangat disukai untuk
memperindah diri masing-masing dengan berhias, memakai wewangian, serta
bersiwak.
Berdasarkan sebuah hadits dari Asma’ binti Yasid radhiyallaahu
‘anha ia menuturkan, “Aku merias Aisyah untuk Rasulullah shallallahu a’laihi
wasallam. Setelah selesai, aku pun memanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam. Beliau pun duduk di sisi Aisyah. Kemudian diberikan kepada beliau
segelas susu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminum susu tersebut dan
menyerahkannya pada Aisyah. Aisyah menundukkan kepalanya karena malu. Maka
segeralah aku menyuruhnya untuk mengambil gelas tersebut dari Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam.” [HR Ahmad, sanad hadits ini dikuatkan oleh
Al-Allamah Al-Muhadits Al-Albani dalam Adabul Zifaf].
Adapun disunnahkannya bersiwak, karena adab yang dicontohkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau selalu bersiwak setiap
setiap hendak masuk rumah sebagaimana disebutkan oleh Aisyah radhiyallaahu
‘anha dalam Shahih Muslim. Selain itu akan sangat baik pula jika disertai
dengan mempercantik kamar pengantin sehingga menjadi sempurnalah sebab-sebab
yang memunculkan kecintaan dan suasana romantis pada saat itu.
Hendaknya suami meletakkan tangannya pada ubun-ubun istrinya
seraya mendoakan kebaikan dengan doa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam ajarkan :
اللّهمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنْ خَيْرِهَا وَخَيْرِ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّهَا وَشَرِّ مَا جَبَلْتَهَا عَلَيْهِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dari kebaikannya
(istri) dan kebaikan tabiatnya, dan aku berlindung kepada-Mu dari kejelekannya
dan kejelekan tabiatnya.”[HR. Bukhari dari sahabat Abdullah bin Amr bin Al Ash
radhiyallaahu 'anhu].
Disunnahkan bagi keduanya untuk melakukan shalat dua rakaat
bersama-sama. Syaikh Al Albani dalam Adabuz Zifaf menyebutkan dua atsar yang
salah satunya diriwayatkan oleh Abu Bakr Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf
dari sahabat Abu Sa’id, bekat budak sahabat Abu Usaid, beliau mengisahkan bahwa
semasa masih menjadi budak ia pernah melangsungkan pernikahan. Ia mengundang
beberapa sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, diantaranya Abdullah
bin Mas’ud, Abu Dzarr, dan Hudzaifah.
Abu Sa’id mengatakan, “Mereka pun membimbingku, mengatakan,
‘Apabila istrimu masuk menemuimu maka shalatlah dua rakaat. Mintalah
perlindungan kepada Allah dan berlindunglah kepada-Nya dari kejelekan istrimu.
Setelah itu urusannya terserah engkau dan istrimu. “Dalam riwayat Atsar yang lain
Abdullah bin Mas’ud radhiyallaahu ‘anhu mengatakan, perintahkan isrtimu shalat
dibelakangmu.”
Ketika menjumpai istri, hendaknya seorang suami berprilaku
santun kepada istrinya semisal dengan memberikan segelas minuman atau yang
lainnya sebagimana dalam hadits di atas, bisa juga dengan menyerahkan maharnya.
Selain itu hendaknya si suami untuk bertutur kata yang lembut yang
menggambarkan kebahagiaannya atas pernikahan ini. Sehingga hilanglah perasaan
cemas, takut, atau asing yang menghinggapi hati istrinya. Dengan kelembutan
dalam ucapan dan perbuatan akan bersemi keakraban da keharmonisan di antara
keduanya.
Apabila seorang suami ingin menggauli istrinya, janganlah ia
terburu-buru sampai keadaan istrinya benar-benar siap, baik secara fisik,
maupun secara psikis, yaitu istri sudah sepenuhnya menerima keberadaan suami
sebagai bagian dari dirinya, bukan orang lain. Begitu pula ketika suami telah
menyelesaikan hajatnya, jangan pula dirinya terburu-buru meninggalkan istrinya
sampai terpenuhi hajat istrinya. Artinya, seorang suami harus memperhatikan
keadaan, perasaan, dan keinginan istri. Kebahagian yang hendak ia raih, ia
upayakan pula bisa dirasakan oleh istrinya.
Bagi suami yang akan menjima’i istri hanya diperbolehkan ketika
istri hanya diperbolehkan ketika istri tidak dalam keadaan haid dan pada
tempatnya saja, yaitu kemaluan. Adapun arah dan caranya terserah yang dia
sukai. Allah berfirman yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah, “Haid itu adalah suatu kotoran.” Oleh sebab itu hendaklah kalian
menjauhi (tidak menjima’i) wanita diwaktu haid, dan janganlah kalian mendekati
(menjima’i) mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu pada tempat yang diperintahkan Allah kepad kalian
(kemaluan saja). Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang mensucikan diri.
Istri-istri kalian adalah (seperti) tanah tempat kalian bercocok tanam, maka
datangilah tanah tempat itu bagaimana saja kalian kehendaki. Dan kerjakanlah
(amal yang baik) untuk diri kalian, bertakwalah kepada Allah, ketahuilah bahwa
kalian kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang
yang beriman.” [Q.S. Al Baqarah: 222-223].
Ingat, diharamkan melalui dubur. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda yang artinya, “Barang siapa yang menggauli istrinya ketika
sedang haid atau melalui duburnya, maka ia telah kufur dengan apa yang
diturunkan kepada Muhammad.” [HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan yang lainnya,
dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud]. Kata ‘kufur’
dalam hadits ini menunjukkan betapa besarnya dosa orang yang melakukan hal ini.
Meskipun, kata para ulama, ‘kufur’ yang dimaksud dalam hadits ini adalah kufur
kecil yang belum mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Telah kita ketahui bersama bahwa syaitan selalu menyertai,
mengintai untuk berusaha menjerumuskan Bani Adam dalam setiap keadaan. Begitu
pula saat jima’, kecuali apabila dia senantiasa berdzikir kepada Allah. Maka
hendaknya berdo’a sebelum melakukan jima’ agar hal tersebut menjadi sebab
kebaikan dan keberkahan. Do’a yang diajarkan adalah:
بِسْمِ
اللهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا
“Dengan nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaithan dan
jauhkanlah syaithan dari apa yang Engkau karuniakan kepada kami.”[HR.
Al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Abdullah bin Abbas radhiyallaahu 'anhu].
Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa seandainya Allah mengkaruniakan anak,
maka syaithan tidak akan bisa memudharati anak tersebut. Al Qadhi menjelaskan maksudnya
adalah syaithan tidak akan bias mearsukinya. Sebagaimana dinukilkan dari Al
Minhaj.
Diperbolehkan bagi suami dan istri untuk saling melihat aurat
satu sama lain. Diperbolehkan pula mandi bersama. Dari Aisyah radhiyallaahu
‘anha berkata, “Aku pernah mandi bersama Rasulullah dalam satu bejana dan kami
berdua dalam keadaan junub.” [HR. Al Bukhari dan Muslim.]
Diwajibkan bagi suami istri yang telah bersenggama untuk mandi
apabila hendak shalat. Waktu mandi boleh ketika sebelum tidur atau setelah tidur.
Namun apabila dalam mengakhirkan mandi maka disunnahkan terlebih dahulu wudhu
sebelum tidur. Berdasarkan hadits Abdullah bin Qais, ia berkata, “Aku pernah
bertanya kepada Aisyah, ‘Apa yang dilakukan Nabi ketika junub? Apakah beliau
mandi sebelum tidur ataukah tidur sebelum mandi?’ Aisyah menjawab, ‘Semua itu
pernah dilakukan Rasulullah. Terkadang beliau mandi dahulu kemudian tidur dan
terkadang pula beliau hanya wudhu kemudian tidur.”[HR. Ahmad dalam Al Musnad]
Tidak boleh menyebarkan rahasia ranjang. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya diantara manusia yang
paling buruk kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah laki-laki yang
mendatangi istrinya dan istrinya memberikan kepuasan kepadanya, kemudian ia
menyebarkan rahasianya.” [HR. Muslim dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri
radhiyallaahu 'anhu]
Dari poin-poin yang telah dijelaskan nampaklah betapa agungnya
kesempurnaan syariat Islam dalam mengatur semua sisi kehidupan ini. Sehingga
pada setiap gerak hamba ada nilai ibadah yang bisa direngkuh pahalanya. Tidak
sekedar aktivitas rutin tanpa faedah, tak semua pemenuhan kebutuhan tanpa
hikmah. Oleh sebab itu tak ada yang sia-sia dalam mengikuti aturan Ilahi dan
meneladani sunnah Nabi. Semuanya memiliki makna serta mengandung kemaslahatan,
karena datangnya dari Allah Dzat Yang Maha Tinggi Ilmu-Nya lagi Maha sempurna
Hikmah-Nya. Maka dari itu syariat yang Allah turunkan selaras dengan fitrah
hamba-Nya sebagai manusia, sebagimana disyariatkan pernikahan.
Kesempurnaan syariat Islam ini menunjukkan betapa besarnya perhatian Allah terhadap hamba-Nya melebihi perhatian hamba terhadap dirinya sendiri. Oleh karenanya, hendaklah setiap hamba tetap berada di atas fitrah tersebut di atas agama allah agar dirinya selalu berada di atas jalan yang lurus, “(Tetaplah di atas fitrah) yang Allahtelah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” [QS. Ar Rum: 30]. Allahu a’lam.
Mudah mudah menambah wawasan dan bermanfaat ..
0 Komentar untuk "Cara Bersetubuh dan posisi hubungan badan Menurut Islam"