Terbentuknya Kota Tua Jakarta diawali dengan munculnya sebuah kerajaan yang
bernama Padjadjaran, jauh sebelum dikenal Sunda Kalapa. Nama Sunda Kalapa
sendiri merupakan nama resmi tertua dari Kota Jakarta yang terdiri atas dua
unsur yaitu “Sunda” dan “Kalapa”. Nama Sunda dalam Sunda Kalapa baru muncul
pada abad ke 10, disebutkan didalam prasasti Kebon Kopi II yang berangka tahun
854 Saka (932 Masehi). Pada masa sekarang ibukota dari Kerajaan Padjdjaran
terletak di Batu Tulis, sebuah daerah yang berada di Bogor, Jawa Barat. Letak
ibukota kerajaan ini dinyatakan dalam Prasasti Batutulis yang berangka tahun
1355 Saka (1433 Masehi), yang menyebutkan sebuah kota bernama Pakuan Padjadjaran.
Bersamaan dengan perkembangan kerajaan Padjadjaran, datanglah Bangsa Eropa
pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Sunda Kalapa yaitu Portugis.
Kedatangan Portugis pertama di Sunda Kalapa pada tahun 1513 Masehi dibawah
pimpinan De Alvin. Ekspedisi kedua bangsa Portugis di bawah pimpinan Henrique
Leme, bertujuan untuk mencari rempah-rempah dan mendirikan benteng perdagangan.
Keinginan Portugis membuat benteng perdagangan di Sunda Kalapa ini terwujud dengan
adanya perjanjian antara Prabu Surawisesa dengan Portugis pada tahun 1522.
Perjanjian ini disebut sebagai perjanjian international pertama yang
dilaksanakan di Nusantara, perjanjian ini dilakukan di Kota Pakuan Padjadjaran
dan diabadikan dalam sebuah Padrao.
Seiring dengan adanya kerjasama antara kerajaan Padjadjaran dan Portugis,
terjadi perkembangan yang signifikan terhadap kekuasaan Portugis di Sunda
Kalapa. Melihat perkembangan kekuasaan Portugis yang begitu pesat, Kerajaan
Demak dibantu oleh kerajaan Cirebon melakukan penyerangan terhadap Sunda Kalapa
dibawah pimpinan Pangeran Fatahilah pada tahun 1526-1527. Dalam serangan
tersebut Portugis berhasil dikalahkan dan Sunda Kalapa berhasil direbut dari
kekuasaan Portugis. Jatuhnya Sunda Kalapa ke tangan Pangeran Fatahilah menandai
berubahnya nama Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada tahun 1527.
Bangsa Eropa kedua yang berhasil singgah di Jayakarta adalah Belanda dibawah
pimpinan Cornelis De Houtman dengan tujuan berdagang dan mencari rempah-rempah.
Setelah kedatangan tim ekspedisi Belanda dibawah pimpinan De Houtman, semakin
banyaklah orang Belanda yang datang dan singgah di Jayakarta untuk berdagang
rempah-rempah. Perdagangan yang tidak teratur ini membuat Belanda kalah dengan
Inggris yang telah pula berdagang di Jayakarta. Akhirnya, didirikanlah sebuah
persekutuan dagang Belanda yang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie atau
yang biasa disingkat VOC pada tahun 1602. Tujuan didirikannya VOC adalah untuk
untuk memonopoli perdagangan rempah-rempah Asia dan memperkuat diri terhadap
ancaman persatuan dagang Inggris yaitu EIC. Tahun 1619 Belanda merebut
Jayakarta dari Pangeran Fatahillah serta mengganti namanya menjadi Batavia.
Penyerangan ini dipimpin oleh Gubernur Jenderal J.P. Coen. Sekitar 180 tahun berselang,
VOC mengalami kemunduran yang luar biasa akibat banyaknya korupsi dan
ketidakberesan yang terjadi didalam tubuh VOC. Hingga akhirnya pada tahun 1799
VOC resmi dibubarkan, dan berdirilah pemerintahan yang berada langsung dibawah
kerajaan Belanda, diperintah oleh Raja Louis Napoleon.
Setelah pemerintahan Belanda di Nusantara berada dalam pengawasan langsung
Kerajaan Belanda, maka diangkat beberapa Gubernur Jenderal baru utnuk
memerintah dan bertanggung jawab terhadap Hindia Belanda. Salah satu yang cukup
terkenal adalah Daendels yang memerintah sejak tahun 1808, juga terkenal
sebagai pemimpin yang keras dan disiplin. Keputusan yang dibuat oleh Daendels
turut berperan dalam pembangunan kota Batavia, diantaranya pembangunan pabrik
senjata, pembangunan jalan raya, pembangunan benteng pertahanan dan lain
sebagainya. Pemerintahan Belanda berakhir sepenuhnya di Nusantara setelah
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang melalui perundingan Linggarjati
pada tahun 1942.
Berakhirnya masa pemerintahan Belanda di Nusantara bukanlah akhir dari masa
penderitaan dan penjajahan bangsa asing di Nusantara. Dengan ditandatanganinya
perjanjian Linggarjati, kekuasaan atas Nusantara dilimpahkan dari pemerintah
Belanda kepada pemerintah Jepang. Masa pendudukan Jepang di Nusantara tergolong
sangat singkat. Jepang berkuasa sejak tahun 1942 hingga 1945. Dalam
propagandanya Jepang menyebarkan paham 3A yaitu Jepang sebagai pemimpin,
pelindung, dan cahaya Asia. Jepang berharap dengan tampilnya sebagai “kakak
besar” bangsa Indonesia, maka masa pendudukannya akan lebih mudah diterima oleh
Rakyat Indonesia. Tujuan utama dari pendudukan Jepang ini adalah untuk
membentuk persemakmuran berasama dengan Asia Timur Raya. Jepang menjadikan
Batavia bentukan Belanda sebagai pusat kekuatan Jepang. Pada saat Jepang
terlibat dalam perang dunia II, Batavia yang telah berganti nama menjadi
Jakarta dijadikan tempat pelatihan tentara, tempat pemerintahan pusat, serta
tempat pemusatan kekuatan militer Jepang. Jepang juga melatih putera-puteri
Indonesia untuk siap berperang dengan dibentuknya PETA. Demi mengambil hati
rakyat Indonesia, Jepang juga menjanjikan kemerdekaan, salah satu caranya
dengan pembentukan Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) pada tanggal 1 Maret 1945.
Keputusan Jepang untuk melibatkan diri dalam Perang Dunia II adalah hal yang
fatal. Pada tahun 1945, Sekutu menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki,
dua kota penting milik Jepang. Peristiwa ini dipergunakan oleh pemuda Indonesia
untuk mendesak angkatan tua untuk memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.
Akhirnya setelah melalui pertimbangan matang, pada tanggal 17 Agustus 1945,
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya di Jakarta bertempat di Jalan
Pegangsaan Timur No. 17. Lokasi pembacaan naskah proklamasi kemerdekaan adalah
rumah dari tokoh nasional Indonesia yaitu Soekarno. Pada saat pembacaan naskah
Proklamasi, Soekarno ditemani oleh Hatta. Keduanya menjadi Presiden dan Wakil
Presiden Indonesia pertama. Penyebar luasan berita mengenai Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia dilakukan melalui stasiun radio RRI Jakarta.
Semenjak kemerdekaan Indonesia di proklamirkan, Jakarta menjadi pusat
pemerintahan dan Ibukota Indonesia. Jakarta pernah kehilangan perannya sebagai
ibukota Negara saat situasi pra kemerdekaan tidak kondusif dan ibukota serta
pusat pemerintahan terpaksa dipindahkan ke Jogjakarta. Namun pemindahan ibukota
ini tidak permanen, sehingga setelah kondisi aman Ibukota dan Pusat
pemerintahan Indonesia dikembalikan ke Jakarta hingga sekarang.
Pajajaran Kingdom
Nama tertua bagi tempat tinggal, yang kini disebut Jakarta, adalah Sunda
Kalapa. Unsur pertama nama ini, yakni sebutan "Sunda", baru muncul di
Jawa Barat pada abad ke-10, yaitu pada prasasti Kebon Kopi II (932 Masehi).
Ibukota Pajajaran adalah Batutulis yang terletak di Bogor Jawa Barat, yang
ditandai dengan Prasasti Batutulis yang dibuat pada tahun 1433 Masehi menurut
Pleyte. Melalui prasasti tersebut, disebutkan kota Pakuan Pajajaran. Dimana
salah satu raja Pajajaran mengadakan perjanjian internasional pertama di
Nusantara yaitu Prabu Surawisesa. Perjanjian tersebut adalah kerjasama antara
kerajaan Sunda dengan Portugis yang memberikan hak kepada Portugis untuk
membangun sebuah benteng di Sunda Kelapa.
Portugis
Bangsa Eropa pertama yang singgah di Sunda Kelapa adalah bangsa Portugis,
yaitu pada tahun 1513 dengan armada di bawah pimpinan de Alvin. Kemudian
ekspedisi selanjutnya di bawah pimpinan Henrique Leme, Portugis kembali ke
Sunda Kelapa untuk berdagang dan mencari rempah-rempah serta ingin membangun sebuah
benteng sebagai pusat perdagangan yang kemudian dibuatlah perjanjian antara
Kerajaan Sunda yakni Pajajaran dengan Portugis pada tahun 1522 yang diabadikan
dalam sebuah Padrao. Dirasa kekuasaan bangsa Portugis mengancama wilayah lain,
maka wilayah Banten yang dibantu oleh pasukan Demak dan Cirebon di bawah
pimpinan Pangeran Fatahillah, maka pada tahun 1526-1527 terjadi serangan cukup
besar yang akhirnya mengalahkan Portugis dan mengganti kota Sunda Kelapa dengan
nama Jayakarta pada tahun 1527.
VOC
Pada tahun 1596, bangsa Eropa lainnya yang singgah di Jayakarta adalah
Belanda melalui penjelajah Cornelisde Houtman yang memiliki tujuan yang sama
yaitu berdagang dan mencari rempah-rempah. Kemudian pada tahun 1602,
dibentuklah persekutuan dagang asal Belanda untuk memonopoli aktivitas
perdagangan di Asia serrta memperkuat diri dalam persaingan persekutuan dengan
milik Inggris (EIC) yaitu dengan membentuk VOC (Vereenigde Oostindische
Compagnie). Melalui salah satu gubernur jenderalnya yakni J.P. Coen, maka
Jayakarta direbut dari tangan Fatahillah yang kemudian diganti menjadi kota
Batavia pada tahun 1619. Namun pada abad 18, tepatnya pada tahun 1799, VOC
mengalami kemunduran dan tidak dapat lagi melaksanakan tugas dari Belanda
diakibatkan tingkat korupsi para paegawai VOC yang cukup tinggi dan lainnya
akhirnya VOC dibubarkan dan berdirilah Kerajaan Belanda yang diperintah oleh
Raja Louis Napoleon.
Modern Kolonialisasi
Setelah Kerajaan Belanda dibangun, di angkatlah beberapa Gubernur Jenderal
yang salah satunya yang cukup berpengaruh adalah Daendels (1808) yang dikenal
sebagai penguasa yang disiplin dan keras. Beberapa kebijakan yang dibuatnya
yang memberikan kontribusi cukup besar terhadap perkembangan kota Batavia,
dengan membangun pembangunan pabrik senjata, benteng pertahanan, pembangunan
jalan raya, dan lain sebagainya. Kekuasaan Belanda di Nusantara berakhir
setelah menyerah tanpa syarat ke Jepang melalui perundingan Kalijati, sehingga
pada tahun 1942, secara resmi Jepang yang mengambil alih seluruh kekuasaan di
Nusantara.
Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang di Indonesia cukup singkat yakni dari tahun 1942
sampai dengan 1945, kurang lebih tiga tahun berkuasa. Pada Pendudukan Jepang
merupakan periode yang penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Ditujukan untuk
mewujudkan Persemakmuran Bersama Asia Timur Raya.
Kemerdekaan
Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hari dan tanggal bersejarah bagi bangsa
Indonesia, yakni hari kemerdekaan Republik Indonesia. Merdeka dari jajahan dan
kependudukan bangsa asing dan sepenuhnya menjadi hak bangsa Indonesia.
Herman Willem Daendels
(1808-1811) |
Jacques Specx
(1629-1632) |
Jan Pieterszoon Coen
(1619-1623) & (1623-1629) |
0 Komentar untuk "Sejarah Kota Jakarta"