Syarat Pertama: Harta tersebut harus didapatkan dengan cara yang halal
Barang-barang yang didapatkan dengan cara haram, seperti mencuri, merampok, korupsi dan lain-lainnya, tidak wajib dizakati dan tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Begitu juga halnya barang yang dzatnya haram, seperti khamer, daging babi, bangkai, tidaklah wajib dizakati. Dalil-dalilnya adalah sebagai berikut:
Pertama: Firman Allah subanahu wata’ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil. “ (Qs. an-Nisa: 29)
Kedua: Hadist Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
لَا تُقْبَلُ صَلَاةٌ بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةٌ مِنْ غُلُولٍ
“Allah tidak menerima sholat tanpa bersuci dan sedekah dari ghulul (hasil curian)“ ( HR. Muslim)
Syarat Kedua: Kepemilikan secara penuh
Salah satu syarat harta yang wajib dizakati adalah kepemilikan secara penuh. Artinya bahwa seseorang memiliki harta tersebut secara penuh, tidak ada pihak lain yang bersyarikat di dalam hartanya, dan dia secara bebas menggunakan harta tersebut tanpa ada seorangpun yang menghalanginya.
Harta yang tidak ada kepemilikan secara khusus, maka tidak wajib dizakati, seperti uang negara hasil zakat atau pajak, harta rampasan perang dan fa'I, harta wakaf untuk umum seperti untuk anak yatim, masjid dan sekolah. Dalil dalam masalah ini adalah:
Pertama: Firman Allah subhanahu wata’ala:
وَالَّذِينَ فِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ مَعْلُومٌ
"Dalam harta mereka ada hak bagian tertentu (untuk dizakati)“ (Qs. al-Ma'arij: 24)
Kedua: Firman Allah subhanahu wata’ala:
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka “ ( Qs. at-Taubah: 103)
Kedua ayat di atas menunjukkan bahwa harta yang wajib dizakati adalah harta yang dimiliki secara penuh.
Syarat Ketiga: Harta tersebut berkembang
Maksudnya, harta tersebut bisa berkembang menjadi lebih banyak dan berpotensi untuk bisa dikembangkan, atau sering disebut dengan "harta produktif ". Harta berkembang atau harta produktif ini dibagi menjadi dua:
Pertama: Harta produktif konkret, yaitu harta yang memang secara konkret bisa berkembang dan bisa dilihat dengan kasat mata, seperti harta perdagangan yang bertambah banyak jumlahnya.
Kedua: Harta produktif tidak konkret, yaitu harta yang secara kasat mata tidak berkembang fisiknya, tetapi harta tersebut jika diinvestasikan akan bertambah banyak, atau harta yang tidak dimanfaatkan tetapi mempunyai nilai, seperti uang, emas yang disimpan dan tanah yang tidak dimanfaatkan.
Dari keterangan di atas, berarti barang-barang yang tidak berkembang dan digunakan sehari-hari, seperti baju, motor, mobil, rumah tidak terkena zakat.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam :
ليْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ صَدَقَةٌ فِى عَبْدِهِ وَلاَ فَرَسِهِ
“ Tidak ada kewajiban zakat bagi seorang muslim pada hamba sahaya dan kudanya“ (HR. Bukhari)
Syarat Keempat: Nishab
Maksudnya bahwa harta yang terkena kewajiban zakat hanyalah harta yang jumlahnya sampai nishab (batas tertentu), yang rinciannya sebagai berikut :
Nishab emas adalah 20 dinar. 1 Dinar = 4,25 gram emas. Berarti 20 Dinar = 4,25 X 20 = 85 gram emas. Jika harga 1 gram emas adalah Rp. 500.000,-, maka 85 gram emas setara dengan Rp. 42.500.000.
Sedangkan nishab perak adalah 200 dirham atau setara dengan 595 gram perak. Atau sebesar 5 Auqiyah dan setiap auqiyah = 40 Dirham. Berarti 5 x 40 = 200 Dirham.
Kemudian untuk Nisab hasil pertanian adalah 5 wasaq atau setara dengan 653 kg. Ini setelah diambil kulit atau gabahnya.
Dalil nishab ini adalah hadist Ali bin Abi Thalib bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda:
لَا يَكُونُ فِي مَالٍ صَدَقَةٌ حَتَّى يَبْلُغَ عِشْرِينَ دِينَارٍ، فَإِذَا بَلَغَ عِشْرِينَ دِينَارٍ، فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ
“Tidak ada kewajiban atas kamu sesuatupun – yaitu dalam emas – sampai kamu memiliki 20 dinar. Jika telah memiliki 20 dinar dan telah berlalu satu haul, maka kamu wajib membayar setengah dinar.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasai dan Ibnu Majah)
Syarat Keempat : Melebihi kebutuhan pokok
Zakat hanya diwajibkan dari harta yang telah dikurangi kebutuhan pokok. Ini adalah pendapat sebagian ulama. Dasarnya sebagai berikut:
Pertama: Firman Allah :
وَيَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلِ الْعَفْوَ
"Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: "Yang lebih dari keperluan." (Qs. al-Baqarah: 219)
Ibnu Abbas berkata: “Yakni yang berlebihan dari kebutuhan keluargamu“ .
Kedua: Sabda Rasulullah: "Sesungguhnya sedekah itu (zakat wajib) hanya dari orang yang kaya"
Syarat Keenam: Haul
Yang dimaksud dengan haul adalah berputarnya harta tersebut dalam satu tahun. Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا زَكَاةَ فِي مَالٍ حَتَّى يَحُولَ عَلَيْهِ الْحَوْلُ
“Tidak ada zakat atas harta, kecuali yang telah melampaui satu haul (satu tahun).” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Syarat haul ini hanya untuk harta-harta tertentu saja, seperti: Harta Perdagangan, Binatang Ternak, Emas dan Perak, Mata Uang, Perhiasan, Uang Gaji dan Honor, Pesangon dan Pensiunan.
Haul dihitung pada akhir tahun saja. Ini merupakan madzhab Malik dan Syafi'I, karena pada masa Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam para petugas zakat ketika mengambil zakat dari kaum muslimin tidak pernah bertanya sejak kapan nishab dimulai. Ini juga lebih mudah untuk dilaksanakan dan sesuai dengan keadaan masyarakat.
Sumber : DR. Ahmad Zain An Najah, MA
0 Komentar untuk "Syarat - Syarat Zakat"